Tuesday, March 19, 2013

Terimakasih Semalam

"Aku cuma pake sandal jepit. Kamu ga malu kan jalan sama aku?"
Aku bertanya demikian bukan karena aku tidak PD dengan sandal jepit coklatku. Aku hanya meyakinkan bahwa aku tidak akan membuatnya malu didepan orang banyak. Sebenarnya aku juga tidak mau jalan dengan sandal jepit coklat beraksen mawar ini, namun apa mau dikata, semua sepatu dan sandal flatku tertinggal di Jakarta, aku hanya membawa heels setinggi 9 Cm. Tentu saja aku tak kan memakainya, sudah cukup rasanya sandal hantu itu membuatku lelah di acara pernikahan temanku tadi. Sekarang aku ingin memanjakan kakiku dengan sandal jepit.
Dia tersenyum ke arahku sembari mematikan mesin Honda City berwarna hitam yang sedang kami naiki, "kamu ga pake sandalpun aku ga bakalan malu dan akan tetap menggandengmu".

"Kamu mau jadi apa sih?", dia bertanya sembari mengaduk kopi favoritnya di sebuah cangkir kecil bertuliskan Coffee Toffee.
"Aku mau jd wanita berpendidikan tinggi. Kemudian bekerja sebagai wanita karir. Memimpin sebuah perusahaan besar, punya prestasi dan sukses", jawabku sambil menerawang. Tentunya ini bukan jawaban sembarangan. Ini memang cita-citaku.
"Ngawur. Mana bisaaa!".
"Hehhh kamu kok nyepelein aku sih. Awas aja, kalo ak bener-bener bisa bgitu, kamu orang pertama yang bakal aku cari", aku sedikit cemberut. Enak saja dia menyepelekanku, aku tidak terima.
"Heyyyyyy, jangan manyun gitu ah. Kamu salah paham sayannngggg. Maksudku, km mana bisa begitu. Biar bagaimanapun kodratmu adalah wanita. Bukan menjadi pemimpin atau apalah seperti yang kamu mau tadi. Jujur ya, sejak pertama aku liat kamu, aku kenal kamu, tujuh tahun lalu sampai detik ini aku ngomong... aku sama sekali tidak pernah menganggap kamu remeh. Bahkan di mata aku kamu perempuan yang Independent. Aku yakin, andaikata kamu ku tinggalkan di kota yang asing sekalipun kamu bakal balik dengan kondisi baik-baik saja. Bagiku, kamu bahkan sangat independent. Aku tahu kemampuanmu bahkan sejak kamu jutekin aku pertama kita ketemu", dia menatapku yakin. Aku selalu luluh jika sepasang mata tajam yang tersembunyi di balik kacamata minus tersebut menatapku begini.

Aku mengaduk minuman kesukaanku tanpa arti. Aku hanya mencoba mengingat-ingat bagaimana pertama kali kami bertemu. Aku tersenyum.

Malam begitu dingin, kulirik jam tangan tengah menunjukkan pukul 22.00 WIB, namun suasana cafe bahkan masih terbilang ramai. Maklum saja, ini malam minggu. Aku dan dia memilih meja yang berada di luar. Suasana malam sehabis hujan menyisakan jalanan yang basah dan bau tanah yang segar. Aku begitu menikmati malam ini. Dia membawaku ke sini, kafe yang cukup sering ku kunjungi dan menjadi salah satu kafe favoritku. Coffee Toffee memang terbilang dekat dengan kampusku dulu.  Dari banyak mulut kudengar bahwa menu kopi dan minuman lainnya di kafe ini sangat variatif dan enak, namun entah mengapa pilihanku selalu jatuh pada menu minuman bernama "Give Me Almond".

Aku sedikit terkejut setelah tahu bahwa dia menilaiku begitu. Dia memang mengenalku cukup lama, tujuh tahun yang lalu kami satu SMA. Dia kakak kelasku, yang kemudian menjadi pacarku selama kurang lebih setahun. Entah apa yang membuat kami tetap akrab hingga saat ini, dia bahkan tetap memperlakukanku selembut dan semanis dulu, saat aku menjadi pacarnya.

Malam ini dia terlihat santai, dengan polo shirt berwarna hitam dan jeans biru gelap yang membuatnya semakin terlihat tampan.

"Kamu kurusan ya sayang?",dia memanggilku seolah-olah aku pacarnya.
"Ahh enggak, malah beratku naik"
"efek baju kali ya"
"Eh back to topic deh ya. Tapi akukan kuliah, aku sarjana psikologi dan akan segera ngambil S2. Lalu buat apa aku sekolah tinggi-tinggi kalau pada akhirnya aku harus diam dirumah, pakai daster, dan pegang wajan", aku kesal, dia seolah mematahkan semangatku untuk menjadi wanita sukses.
"Kamu tau gak gunanya wanita yang cerdas itu buat apa?"
"Emang buat apa?", jawabku judes sembari menatapnya manja.
Dia mengacak rambutku dan berkata tegas, "Dengerin!!!, wanita yang cerdas, pintar, dan berpendidikan itu diharapkan mampu bikin prianya nyaman. Wanita yang cerdas dan berpendidikan akan tahu bagaimana situasi dunia luar, paling tidak mereka diharapkan bisa mengerti kondisi kerja suami. Kamu bayangin deh suamimu lelah, pulang kerja, di kantor ada masalah. Jika kamu berpendidikan dan cerdas, kamu akan mampu membaca situasi bahwa suamimu tidak sedang dalam mood yg baik. Jika kamu pintar, kamu akan tahu bagaimana harus bertindak. Jika kamu cerdas, kamu akan mampu mendinginkan hati suami yang sedang kalut, membuat suami nyaman. Itu kodratmu sebagai wanita. Itu kenapa aku menetapkan kriteria calon istriku nanti adalah minimal S1"

"Hp kamu getar", ucapnya sembari melirik handphoneku yang kuletakkan di meja.
"Ah biarin aja"
"Kayaknya perwira polisi tuh. Angkat aja, gak papa kok", dia melihat foto yang terpampang di layar dengan kontak nama "Mister Ice Cream". Ya, aku memaag tipikal orang yang suka memberi panggilan dan tidak menuliskan nama asli teman-temanku di kontak handphone. Aku tidak suka sesuatu yang terlihat monoton, oleh karena itu kadang aku juga menyelipkan foto mereka di kontak detail.
"Gak usah, biarin aja. Aku lagi sama kamu, dan ga mau di ganggu"
"Wow, jadi aku banker bisa ngalahin perwira akpol nih", dia bertanya menyelidik sembari tersenyum.
"Seperti apa yang kamu lihat, aku lebih milih sama kamu kan daripada dia", aku menjawab dengan jujur. Entah mengapa aku tak pernah bosan bertemu dengan pria ini, dia begitu antusias, menarik, cerdas, dan menyenangkan.

"Gimana Jakarta!? Gaya ih pake kerja di Jakarta segala. Surabaya kurang apa sih??", dia membuka obrolan baru.
Aku tertawa. "Sebenernya aku benci loh sama Jakarta, aku lebih nyaman di Surabaya. Kotanya enak, Jakarta ruwet. Yaaa tapi gimana lagi, ada hal yang mengharuskan aku kesana", jawabku jujur.
"Juli, aku bakalan nyusul kamu kesana"
"Hah?Seriously?, km resign dari kantor yang sekarang?"
"Yap. Ada kesempatan yang lebih baik disana", Dia menjawab tegas.
Dia menceritakan tentang Segala proses perjalanannya mendapatkan pekerjaan baru yang akan di jalaninya empat bulan lagi.
"Aku punya cerita", dia menyalakan rokoknya yang akan menjadi temannya bercerita.
"Aku sama temenku, dulu janjian akan resign dari bank BUMN tempat kami bekerja. Dengan alasan, kami bosan dan akan mencari pekerjaan yang lebih baik. Jauh hari sebelum resign, kami sama-sama mencari pekerjaan baru. Sampai akhirnya aku diterima sebagai buisness consultant dan dia belum mendapatkan pekerjaan. Aku bekerja di perusahaan baru, temanku belum bekerja sampai 2 bulan kemudian dia mendapatkan tawaran dari sebuah CV.Dirgahayu. Kalau kamu liat dari nama perusahaannya saja, mungkin kamu bakal mandang sebelah mata kan?"
"IYA LAH. itu CV. Bukan PT apalagi BUMN kayak pekerjaan dia sebelumnya dong. Dia downgrade kalo kerja di cv itu.", aku menjawab antusias.
"Yap. Aku juga bakalan berpikiran sama kayak kamu. Tapi temanku beda. Dia nerima pekerjaan itu. Aku gak tau karena dia putus asa atau apa. 2 bulan menganggur bagi pria yang bermotivasi tinggi kayak dia jelas bukan hal yang enak"
"Sampai akhirnya aku ketemu dia. Dia cerita, dari pekerjaannya sekarang dia mendapatkan banyak fasilitas. Mulai dari rumah kontrakan, mobil dinas berupa kijang innova, salary up to eight million, dan beberapa tunjangan"

Aku tercengang.

Dia melanjutkan pembicaraannya.
Pesan moralnya adalah...
"Renyta, kamu ga akan pernah tahu darimana datangnya rejeki. Sesepele apapun kesempatan, harus dicoba. Karena kita bukan Tuhan yang tau darimana rejeki datang"

"Sekecil apapun kesempatan?", tanyaku lagi.
"Yap", dia mengangguk tegas.
Aku mengerti.
"Termasuk kesempatan bertemu denganku tanpa ketahuan pacarmu???", tanyaku nakal.
"DASARRRRRRRRRRRRRR!!!!!!! Nyebelin. Yuk ahh cabut. Udah pagi. Aku ga mau kamu masuk angin", aku melihatnya mematikan rokok di asbak dengan salah tingkah.

Bippp bipppp bippp...

Aku membaca sms dengan setengah mata tertutup.

"Good Morning. Makasih buat sharing banyak hal semalam. Jangan ngetweet macem-macem deh yaa!!! Pacarku sering stalking ke TL kamu :))) :* "

"Heelsssskuuu ketinggalan di mobillllllllllll"

"Aku anter ke kosan jam 10 ya dear"

"Okay"

Aku menutup mata. Masih ada waktu tiga jam sebelum dia datang.

Terimakasih semalam.






No comments:

Post a Comment